Timesasianews | Medan – Suasana pagi di SMP Negeri 13 Medan berubah lebih ramai dari biasanya pada Rabu, 19 November 2025. Ratusan siswa berkumpul di lapangan sekolah yang beralamat di Jl. Sampali No.47 untuk mengikuti Gerakan Mitigasi dan Latihan Penyelamatan (GEMILAP), program edukasi kebencanaan yang diinisiasi oleh Yayasan Gerakan Peduli Sungai (YGPS).
Kegiatan dimulai pukul 08.00 WIB dengan pemaparan teori mitigasi bencana. Sebanyak, 600 -an siswa mendengarkan penjelasan mengenai Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) yang terdiri dari tiga pilar yaitu, Fasilitas sekolah aman bencana, Manajemen bencana di sekolah, dan pendidikan pencegahan serta pengurangan risiko bencana.
Tim Yayasan Gerakan Peduli Sungai (GPS) melanjutkan agenda dengan praktik lapangan. Kegiatan dimulai dengan membuat tiga kelompok yaitu kelompok perwakilan kelas 7,8 dan 9 dengan melibatkan guru sebagai pendamping. Kemudian, setiap kelompok dipandu oleh Fasilitator Yayasan Gerakan Peduli Sungai di bimbing untuk membuat peta partisipatif berisi denah sekolah hingga jalur evakuasi ketika terjadi Bencana Gempa Bumi. Setelah itu, para siswa memasang rambu-rambu evakuasi di area sekolah, tidak hanya edukasi bencana gempa bumi, Tim Yayasan Gerakan Peduli Sungai juga melakukan edukasi dalam mengahadapi bencana alam banjir dengan memperkenalkan peralatan tanggap darurat berupa perahu karet dimana kita ketahui saat ini berdasarkan informasi yang dikeluarkan oleh BMKG bahwa Indonesia memasuki musim hujan dan BMKG memberikan peringatan potensi bencana hidrometeorologi, oleh karena nya edukasi terkait bencana banjir dianggap penting disosialialisasikan kepada para siswa hingga guru. Rentetan kegiatan edukasi bencana itu ternyata disambut antusias oleh para siswa-siswi dan guru – guru di SMPN 13 Medan.
“Dapat ilmu baru terkait kebencanaan. Bisa dapat pengalaman seru seperti membuat peta, naik perahu dan belajar tentang bencana,” tutur Salva, siswi kelas 9.
Zefanya, siswa kelas 9 lainnya, menilai latihan ini sangat berguna untuk menambah pengetahuan.
“Karena sosialisasi ini kami jadi makin tahu apa yang bisa kami lakukan kalau terjadi bencana,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Negeri 13 Medan, Awal Ihsan Porkas Harahap, mengapresiasi kegiatan edukasi bencana oleh YGPS yang bertajuk GEMILAP (Gerakan Mitigasi dan Latihan Penyelamatan) ini. “Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Apalagi kita tinggal di Medan, yang lempeng buminya jalur gempa. Jadi sangat baik Yayasan GPS menggelar edukasi bencana di sekolah kami,” tutur Awal Ihsan Porkas Harahap.
Fasilitator Yayasan GPS, Angga Pratama, menyebut respons para siswa-siswi berlangsung interaktif dan antusias meski waktu terbatas.
“Malahan, ada juga yang tidak kebagian kesempatan untuk latihan di perahu karet, ataupun diskusi-diskusi kelompok yang kita bentuk,” jelasnya.
Angga juga menuturkan bahwa pentingnya kolaborasi antar stakeholder untuk menggaungkan Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB).
“Karena ini termasuk kelompok rentan (siswa SMP), dan terkadang jika terjadi bencana sekolah selalu dijadikan tempat mengungsi. Jadi harus SPAB ini benar-benar digaungkan, agar sekolah-sekolah tangguh bencana,” tutur Angga.
Ketua Yayasan Gerakan Peduli Sungai, Luthfi Hakim Fauzie menjelaskan kegiatan ini sejalan dengan program Kemendikdasmen tentang SPAB (Satuan Pendidikan Aman Bencana). Menurut Luthfi, secara ringkas, pengetahuan yang tepat menjadi fondasi untuk mengembangkan kesiapsiagaan yang efektif. Indonesia adalah Laboratorium Bencana Alam, semua bencana Alam ada dan sudah pernah terjadi di Indonesia. Bulan Lalu (Oktober) Kita mengunjungi sekolah – sekolah di Kabupaten Deli Serdang dan di November ini kita Fokus untuk Wilayah Kota Medan, harapan nya semoga kami bisa mengunjungi dan menjangkau lebih banyak sekolah – sekolah lainnya untuk berbagi pengetahuan kepada adik- adik kami yang masih pelajar sehingga Satuan Pendidikan Aman Bencana ini benar- benar terealisasi hingga tingkat tapak demi mewujudkan Indonesia Tangguh Bencana.
“Ayo menciptakan respons yang proaktif, meminimalkan kerentanan, dan membangun ketahanan komunitas terhadap bencana,” pungkas Luthfi.








